Menjaga Kewarasan di Saat Pandemi


Tidak terasa, sudah dua bulan lebih sejak kemunculan kasus COVID-19 pertama kalinya muncul di Indonesia.

Dan sudah kita rasakan bersama, COVID-19 yang sudah ditetapkan sebagai pandemi ini memengaruhi aktivitas kita di segala bidang; ekonomi, politik, pendidikan, dan sebagainya.

Kebijakan-kebijakan baru pun diputuskan. Salah satunya adalah menerapkan social distancing yang memaksa kita untuk melakukan hampir semua aktivitas dari rumah. Intinya, kalau gak benar-benar penting dan mendesak, mending #DiRumahAja.

Mulai dari belajar, bekerja, dan ibadah sekalipun dikerjakan di rumah.

Bagi yang sudah terbiasa menjalankan aktivitas di rumah, ini tidak terlalu berpengaruh. Apalagi yang #WorkFromHome sejak lama, ini bukan hal yang baru.

Masalahnya, mereka-mereka yang sudah terbiasa menjalankan aktivitas di luar rumah dan gampang tidak betah jika harus berdiam diri, bagaimana nasibnya?

Aku tidak berbicara tentang bagaimana keadaan ekonominya, tapi sesuatu yang tak kalah penting. Apa itu? Kondisi mental dan psikisnya.

Bukan hanya seorang ekstrovert saja yang akan 'tersiksa' jika berbulan-bulan ada di rumah, namun introvert sekalipun bisa merasakannya.

Tidak perlu jauh-jauh untuk melihat kondisi psikis orang-orang terdekat kita, lihat saja apa isi status dan postingan sosial medianya. Ada yang berubah, nggak?

Kalau ada, jangan hujat dia. Mungkin seperti itulah cara dia mempertahankan 'kewarasan' di saat pandemi.

Ada yang tiba-tiba jualan online, ada yang memposting aktivitas yang tidak pernah dilakukan sebelumnya, atau sekadar curhat untuk menghilangkan kepenatan di kala wabah ini.

Sepertinya sih sepele, tapi percaya sama aku, silakan lakukan apapun yang bisa membuat kewarasanmu tetap terjaga. Satu rambu-rambu yang penting adalah tidak merugikan orang lain.


Aku yakin, beberapa orang yang membaca artikel ini sudah sempat merasakan sedikit 'stress' di saat pandemi ini. Buat yang masih sekolah atau kuliah, mungkin lagi pusing mikirin tugas dan masa depan. Dan buat yang sudah berkeluarga, mungkin sedang mencoba berbagai cara agar keluarganya bisa  tetap makan dengan layak.

Kok bisa tahu?

Aku sudah merasakan sendiri. Hehe.

Beberapa hari lalu, aku mengalami overthinking sehingga kepalaku cenat-cenut dan tidak bersemangat melakukan apapun. Mungkin, gara-gara aku terlalu sibuk belajar dan lupa untuk me-refresh otak. Aku lupa untuk mengerjakan hal-hal lain.

Tapi alhamdulillah gak berlangsung lama, cuma dua hari. Setelah membantu Ibu memasak di dapur, kewarasanku kembali normal lagi. Overthinking-ku pun hilang.

Kok bisa? Karena aku sadar, beban hidupku tak sebanding dengan beban yang orang tua pikul selama ini. Jauh lebih berat tanggung jawab mereka. 

Aneh tapi fakta, kita akan lebih lega dan tidak terlalu terbebani jika melihat orang yang lebih besar tanggung jawabnya. Dalam arti lain, kita bisa lebih bersyukur bahwa hidup kita lebih mudah dari yang orang lain jalankan.

Pesan terakhir di artikel ini, tetaplah menjaga kewarasan. Lakukan apa yang seharusnya kamu lakukan dan apa yang kamu suka. Yang terpenting, jangan sampai merugikan orang lain.

Hal-hal sederhana seperti olahraga di pagi hari, membaca buku, belajar memasak, atau mempelajari sesuatu yang baru adalah beberapa hal yang wajib kamu coba dan aku yakin akan sangat membantu menjaga 'kewarasan'.

Jika melihat status temanmu di sosial media yang akhir-akhir cenderung berubah atau lebih banyak nyepam, biarkanlah. Mungkin itulah cara mereka untuk menjaga kewarasan.

Kalau perlu, arahkan mereka untuk membaca pesanku ini.
----

Terima kasih sudah membaca artikel singkat ini. Jika bermanfaat, silakan bagikan ke orang terdekatmu. Jika ada pertanyaan, silakan tulis di kolom komentar.

Sahabatmu,

David Aji Pangestu


Menjaga Kewarasan di Saat Pandemi Menjaga Kewarasan di Saat Pandemi Reviewed by David Aji Pangestu on 5/14/2020 10:06:00 AM Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.