Gagap Teknologi dan Tingkat Literasi yang Rendah

Sejak akhir Desember 2020, saya memutuskan untuk membuat program pendampingan kuliah  yang agaknya memang berbeda dengan program lain. Jika program lain mungkin akan fokus dengan membahas soal hampir setiap harinya, di program saya ini hampir tidak ada sesi untuk membahas soal seleksi masuk kuliah. Saya koreksi, bukan hampir tidak ada, tapi memang tidak ada. Namun, peserta program saya bebaskan kalau pun ingin membahas suatu soal di grup tersebut.

Tujuan besar dari program yang saya namai Prakuliah ini adalah agar remaja yang akan masuk perguruan tinggi sudah benar-benar siap. Baik secara mental dan pengetahuan. Tentunya, program ini juga hadir atas keresahan pribadi atas  keadaan remaja di lingkungan yang saya temui masih banyak yang belum siap menghadapi perkuliahan dan kehidupan.

Maka dari itu, program ini saya desain untuk mempersiapkan mental dan pengetahuan calon mahasiswa dengan materi seputar mentalitas, konsep diri, pola berpikir, dan beberapa hal teknis yang akan sangat membantu kesuksesan dalam seleksi masuk perguruan tinggi. Kebanyakan materi tersebut saya sajikan melalui konten yang dibungkus menjadi file pdf. Ya, hampir semua materinya berupa tulisan.

Selain teknik pembuatan konten yang bisa saya kerjakan paling optimal adalah berupa tulisan, konten jenis ini juga saya maksudkan agar para peserta akan lebih terbiasa membaca. Walaupun terkadang tidak menggunakan kata formal, sangat saya usahakan tulisan saya mudah dipahami dan tidak cacat secara isi maupun logika.

Ada banyak hal unik dan mengejutkan ketika saya membuat program online ini. Tidak semua saya ceritakan di artikel ini, namun akan saya fokuskan pada kejadian yang saya hadapi kemarin.

Singkatnya, saya kemarin sudah memberi materi seputar mempersiapkan tempat khusus berupa folder di penyimpanan cloud untuk menampung dokumen penting yang berhubungan dengan masuk kuliah. Biar makin paham dengan apa yang saya maksud, silakan download materinya di sini.

Sudah kamu baca? Ya penugasannya sesederhana itu. Cukup membuat folder sesuai kategorisasi yang ada di mind map dan mengunggah minimal 3 dokumen penting. Bahkan, artikel penunjang untuk melakukan tugas ini juga saya sertakan. Ditambah lagi, hal-hal teknis yang mungkin akan menjadi kendala ketika mengerjakan tugas sudah saya jelaskan di grup. Sayangnya, masih banyak yang belum bisa mengerjakan tugas dengan benar pada percobaan pertama.

Beberapa pertanyaan dan kendala yang saya temui ketika peserta mengumpulkan tugas adalah sebagai berikut.

  1. Masih ada pertanyaan seperti, “Kak, apakah tugasnya juga harus membuat mind map?”. Padahal, sudah berulang kali saya jelaskan bahwa mind map yang saya buat di modul tersebut untuk membantu kategorisasi folder.
  2. Banyak yang belum bisa mendefinisikan penggunaan kata “dan”. Jika kata ini dipakai, maka tindakan yang dilakukan harus memenuhi kedua domain. Jika ada premis “Kamu harus belajar dan berdoa agar lolos kampus impian”, maka yang harus dilakukan adalah kedua hal di antara di kata “dan” tersebut. Kalau tidak mengerjakan salah satu atau keduanya, maka akibat dari premis tersebut yaitu “lolos kampus impian” tidak bisa tercapai. Tugas yang saya berikan menggunakan kata “dan”, maka juga berlaku logika seperti ini.
  3. Ternyata, banyak yang tidak bisa membedakan antara “file’ dan “folder”. Alhasil, file yang diunggah tidak terkategorisasi dengan baik karena dicampur di folder besar akibat tidak bisa mendefinisikan kedua tersebut. Bahkan, ada yang mengartikan “folder” dengan mengumpulkan beberapa aplikasi di satu tempat dan terciptalah kata “folder’. Seperti ini yang saya maksud:

Dari sedikit pengalaman tersebut, program yang saya desain ini sudah benar tujuannya. Tepat sasaran sesuai yang dibutuhkan. Namun, memang belum bisa menyelesaikan akar permasalahannya. Akibat tidak belajar secara aktif setelah membaca materi dasar yang sudah saya berikan, hal-hal seperti di atas akan terus terjadi. Padahal, tugasnya sudah saya berikan dengan perintah yang sederhana dan sudah saya bantu cukup detail. Sayangnya, tak semua bisa mengerjakan dengan baik pada percobaan pertama. Walaupun, saya berusaha semaksimal mungkin untuk membantu mereka tanpa menyerang kemampuan personal. Adapun artikel ini, saya buat lebih untuk menjadi refleksi.

Memang kurang etis jika saya mengecap anak muda yang kebanyakan satu di bawah saya ini masih banyak yang gagap teknologi dan literasinya rendah serta dicampur sedikit bumbu kemalasan untuk belajar. Tetapi, itulah faktanya. Kecepatan teknologi tidak memberi dampak yang sama pada setiap orang. Di sisi lain dunia, banyak yang hanya bermodalkan Android spesifikasi sedang untuk membuahkan karya yang sangat luar bisa. Membuat produk, mencari uang melalui online, belajar hal yang kompleks, dan hal luar biasa lainnya. Sayangnya, kebaikan ini tidak merata.

Ini pekerjaan besar bagi saya dan siapapun yang mau mengerti. Kita cukup tertinggal, mari mulai perbaiki. Rangkul orang-orang yang perlu dirangkul sesuai bidang yang kamu tekuni. Jika tidak, hal-hal sepele seperti di atas menjalar ke berbagai bidang penting. Saya nggak mau, kamu pun juga.

Selamat berjuang, Generasi Emas 2045.

Gagap Teknologi dan Tingkat Literasi yang Rendah Gagap Teknologi dan Tingkat Literasi yang Rendah Reviewed by David Aji Pangestu on 1/29/2021 09:07:00 AM Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.