Lost Focus Lebih Berbahaya Daripada Lost Connection

 

Pembelajaran yang dilaksanakan secara daring (online) sudah dilaksanakan lebih dari satu tahun sejak Covid-19 masuk ke Indonesia pertama kali pada awal Maret 2020. Mulai sejak saat itu, lambat laun model pembelajaran dan pertemuan secara daring menjadi jamak dilakukan oleh setiap orang. Mulai aktivitas sekolah, kuliah, kerja, dan banyak hal lagi.

Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas dengan pembangunan yang belum merata, maka aktivitas serba daring ini juga menjadi kendala bagi sebagian kalangan dikarenakan akses internet yang masih terbatas. Jangankan di luar Jawa, di beberapa kota di Jawa sekalipun sinyalnya juga ada yang hilang-hilangan ketika digunakan untuk kelas daring. Istilah kerennya, lost connection atau sinyal menghilang tiba-tiba ketika dibutuhkan. Sudah seperti Avatar Aang saja.

Akan tetapi, lost connection ini bukan satu-satunya tantangan dalam pembelajaran daring loh. Di era serba digital di mana informasi berlalu lalang semaunya di smartphone kita, kemampuan untuk tetap fokus juga menjadi tantangan tersendiri.  Padahal, kemampuan ini sangat krusial agar materi yang disampaikan oleh guru dapat kita cerna dengan baik. Tidak hanya itu, jika kita mempunyai kemampuan untuk fokus atau konsentrasi yang tinggi, aktivitas belajar dan mengerjakan sesuatu secara umum pun akan dapat terlaksana dengan lebih maksimal.

Sayangnya, untuk tetap fokus ketika menjalani kelas daring itu sulitnya luar biasa. Kombinasi antara sistem pendidikan yang belum matang menghadapi pandemi, guru yang kurang interaktif dalam mengajar, dan murid yang mudah terdistraksi untuk scrolling media sosial atau pun pekerjaan rumah, membuat efektivitas pembelajaran jadi semakin menurun.

Ketika kelas daring via Zoom menjadi membosankan, dopamin yang sering dikaitkan dengan sensasi bahagia akan menurun, begitu pula dengan tingkat fokus kita. Selanjutnya, sensasi bosan itu seakan memberi perintah kepada tubuh untuk melakukan hal lain yang lebih atraktif agar dopamin tetap seimbang. Perintah alami dalam tubuh itulah yang menyebabkan kita dengan mudah refleks scrolling media sosial atau pun melakukan hal lain ketika melaksanakan kelas daring.

Lebih ngerinya lagi, siklus seperti di atas terus berulang dan membentuk sebuah habits setiap kali kita merasa bosan ketika melakukan kelas daring via Zoom atau media serupa. Akibatnya, kita bisa ketinggalan materi dan tidak aktif ketika berlangsung. Begitulah efek buruk dari lost focus.

Fenomena lost focus saya anggap lebih berbahaya karena ini merupakan sesuatu yang seharusnya bisa kita kontrol, bukan permasalahan yang lebih sulit kita kontrol seperti lost connection. Jika lost connection sudah teratasi sekalipun, jika kita tetap terjebak dalam siklus lost focus, maka jaringan internet yang prima pun apa gunanya.

Di sisi lain, fenomena lost focus ini sebenarnya juga cukup kompleks. Rasa bosan itu hadir karena ada faktor eksternal seperti cara guru dalam membawakan materi kurang menyenangkan atau pun variatif. Namun, jika kita terus-terusan menyalahkan faktor eksternal, ketika pandemi usai pun masalah kita tentang lost focus tidak akan selesai. Maka dari itu, kita harus #TakeAction atau melakukan aksi nyata. Di antara hal yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan fokus adalah menggunakan teknik pomodoro dan diperdalam lagi dengan pendekatan deep work.

Bagaimana kita memaksimalkan teknik pomodoro yang mungkin sudah lebih familiar ini melalui pendekatan deep work? Jawabannya akan saya bagikan melalui tulisan yang terpisah dengan catatan memang banyak yang tertarik dengan pembahasan ini.

Tinggalkan jejak melalui kolom komentar ya!

Lost Focus Lebih Berbahaya Daripada Lost Connection Lost Focus Lebih Berbahaya Daripada Lost Connection Reviewed by David Aji Pangestu on 11/29/2021 06:42:00 PM Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.