Film Seni Memahami Kekasih: Sajikan Kisah Komedi-Romantis hingga Isu Sosial ala Kehidupan Kabupaten

Tangkapan Layar Seni Memahami Kekasih YouTube IDN Pictures

Ketika pertama kali ada pengumuman bahwa buku Seni Memahami Kekasih yang sampulnya antik itu akan dijadikan film, sungguh saya benar-benar menantikannya. Pasalnya, kehidupan saya sebagai warga kabupaten yang biasa-biasa aja nan sederhana sepertinya akan diwakilkan oleh Agus Mulyadi melalui bukunya yang akan dijadikan film itu. Terlebih, meskipun kadang komedinya absurd seperti beberapa postingannya di Instagram, tipe komedinya masih mashok ke saya.

Selain itu, saya juga tertarik dengan premis-premis yang dibocorkan melalui postingan Instagram official filmnya, hingga penuturan Agus Mulyadi melalui beberapa podcast yang dia hadiri. Katanya, Kalis Mardiasih itu tidak se-over power yang terlihat di media sosial. Selayaknya manusia biasa, Kalis, sapaan Agus Mulyadi ke istrinya itu, punya sisi-sisi konyol. Dan beberapa kekonyolan tersebut juga akan disampaikan melalui film tersebut. Meskipun, versi utuhnya tetap perlu membacanya di buku.

Mengangkat isu-isu sosial dengan pembawaan yang ringan

Sejujurnya, ketika akan menonton film ini, saya berekpektasi akan langsung melihat kisah romedi-romantis antara mereka berdua. Namun, yang saya tonton di menit-menit awal justru melebihi ekspektasi, yaitu menceritakan tentang orang-orang di sekitar Kalis yang nikah muda, punya anak, dan ada juga yang menjadi janda di usia remaja. Bagi saya yang juga merupakan orang kabupaten, hal-hal ini terasa sangat dekat. Justru, saya senang karena film ini mengangkat isu tersebut.

Disebabkan belum membaca buku Seni Memahami Kekasih, saya menebak kalau ide untuk mengangkat isu tersebut adalah idenya Kalis. Meskipun, bisa saja tebakan saya salah. Di kehidupan orang-orang yang tinggal di kabupaten, saya rasa sampai sekarang pun masih banyak yang nikah muda. Dan definisi muda yang saya maksud di sini adalah bukan usia-usia baru lulus kuliah sarjana antara umum 22-25 tahun tetapi di bawah 20 tahun, alias masih usia belasan!

Bagi sebagian orang, terlebih bagi orang-orang yang jarang nongkrong di kabupaten, bisa jadi isu nikah muda versi warga kabupaten seperti ini adalah topik yang masih fresh dan cukup membuka mata. Melalui konflik yang terjadi dalam film, kita bisa melihat bagaimana fenomena nikah muda ini terjadi, konsekuensi yang dialami tokoh tersebut, hingga masuk tahap resolusi konflik. Menurut saya, film ini menjadi penengah yang baik karena tidak langsung men-judge tokoh yang memilih nikah muda tadi, tetapi menghadirkan konsekuensi-konsekuensi setelahnya yang dapat disimpulkan sendiri oleh penonton.

Selain itu, dari film ini kita juga jadi tahu bahwa kultur patriarkis masih mendominasi di kalangan masyarakat. Saya rasa, sebenarnya tidak hanya di kalangan menengah ke bawah, tetapi hampir di semua kalangan. Namun, di kehidupan masyarakat desa, sepertinya lebih mudah ditemui. Perempuan masih menjadi golongan yang masih sering direndahkan dan berada di posisi tidak berdaya. Hal ini tercermin dari tokoh-tokoh perempuan yang jarang mengeyam pendidikan tinggi seperti Kalis, hingga pilihan nikah muda yang tidak jarang diambil karena tidak berdayanya perempuan dalam menentukan pilihannya sendiri.

Cocok untuk pasangan adem ayem hingga yang sulit saling memahami

 Saya lebih suka tipe film romantis yang tokohnya sudah menginjak usia matang (mungkin juga faktor umur). Dalam arti lain, sudah kurang suka film-film romantis yang tokohnya usianya anak SMA labil, ada tokoh antagonis yang suka ricuh, lalu tawuran sama geng lain, dan hal-hal semacamnya. Di tahun 2023, mungkin saya menjadikan film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film sebagai film romantis favorit. Namun, di tahun ini, Seni Memahami Kekasih masuk menjadi daftar film romantis favorit berikutnya.

Menurut saya, Seni Memahami Kekasih berhasil menghadirkan dialog-dialog sederhana antar tokoh utama yang nggak muluk-muluk, tetapi tetap enak dinikmati sekaligus menghibur. Celetukan-celetukan yang sebenarnya bisa saja garing, berhasil dimainkan dengan apik oleh Elang El Gibran yang logatnya cukup mirip dengan Mas Agus, panggilan sayang yang disematkan oleh Kalis. Malah, dibilang sangat mirip juga nggak berlebihan.

Kalau ada yang nonton film ini dengan pasangannya, saya rasa akan sangat cocok. Bagi yang kehidupan percintaan dengan pasangannya yang lagi adem ayem, mungkin akan pulang dengan senyum-senyum sendiri dengan keadaan makin sayang. Bagi yang hubungannya seperti roller coaster yang ada di atas dan siap untuk terjun, film ini mungkin akan jadi pengingat bahwa setiap keputusan yang diambil oleh pasangan, pasti ada alasannya. Bedanya, ada yang bisa menyampaikan dengan baik dan gamblang, ada juga yang merasa tidak perlu menyampaikannya sehingga memilih untuk memendam sendiri.

Seni Memahami Kekasih membuat saya jadi sadar bahwa setiap hubungan, baik yang berlatar gemerlap perkotaan, maupun kisah-kisah sederhana yang terjalin di sudut-sudut kabupaten, pasti memiliki bumbunya tersendiri. Ketika memutuskan menjalin sebuah hubungan dengan seseorang, kita juga perlu berkomitmen untuk berusaha saling memahami. Pasalnya, dalam sebuah hubungan, ada saja kejutan dari pasangan kita. Entah fakta yang bikin kaget, maupun tingkah laku yang konyol. Seperti Kalis bertingkah konyol dengan menganggap bahwa saat video call itu, hanya orang yang ngehubungin duluan yang kuota internetnya berkurang.

Film Seni Memahami Kekasih: Sajikan Kisah Komedi-Romantis hingga Isu Sosial ala Kehidupan Kabupaten Film Seni Memahami Kekasih: Sajikan Kisah Komedi-Romantis hingga Isu Sosial ala Kehidupan Kabupaten Reviewed by David Aji Pangestu on 11/14/2024 08:11:00 PM Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.