Cerita di Balik “Saat Kita Mulai Dewasa”
![]() |
Ilustrasi Topik di Buku Saat Kita Mulai Dewasa |
Akhirnya, buku yang saya tulis hampir berbarengan dengan 21-Day Writing Challenges berhasil diterbitkan. Saya mulai menulis naskah dari buku tersebut sejak akhir Februari dan berhasil saya selesaikan sekitar 20-an Maret. Artinya, naskah tersebut berhasil saya selesaikan dalam waktu kurang dari 25 hari, sudah termasuk self-editing. Waktu yang cukup singkat untuk sebuah buku. Maklum, saat itu saya cukup senggang karena baru saja resign dari pekerjaan sebelumnya. Menunggu kabar pengangkatan CPNS dengan memilih ‘menganggur’ di rumah.
Ide awal dari buku ini terpantik ketika banyaknya orang yang datang ke rumah saat Ibu saya sakit. Banyak orang yang menyarankan obat ini dan itu, mulai dari jamu-jamuan hingga obat yang lebih modern. Namun, saran tersebut tidak dibarengi oleh pemahaman yang utuh atas kondisi Ibu saya. Artinya, saran tersebut disampaikan secara serampangan. Bukan dari ahlinya dan tidak disertai diagnosis yang tepat.
Setelah menghadapi keunikan tersebut, saya menghadapi banyak kondisi lain yang membuat saya menjadi pengamat dan terus melakukan refleksi. Mulai dari perspektif Bapak terkait gaji ideal, anak kecil seputar rumah yang mulai dewasa, hingga argumen-argumen ‘unik’ seputar pernikahan yang saya temui melalui obrolan di rumah dan bincang santai setelah shalat tarawih.
Pada mulanya, saya ingin menuliskan fenomena-fenomena tersebut menjadi sebuah tulisan yang agak teoritis: menyuguhkan tentang kasus-kasus yang terjadi di masyarakat, lalu dijelaskan melalui teori dan konsep tertentu. Sayangnya, saya mengurungkan niat itu. Selain ketika kuliah saya bukan mahasiswa yang terlalu pintar untuk menulis teori-teori sosial, saya juga merasa ingin menulis sesuatu yang lebih santai dan ‘merakyat’.
Setelah berhari-hari memikirkan judul—tentu sambil tetap menulis, saya akhirnya mendapatkan sebuah ide. Ya, tulisan-tulisan pendek ini nantinya akan saya bungkus melalui sebuah perspektif dari seseorang yang baru dewasa dalam melihat dunia. Biar lebih gampang, temanya saya perketat membahas tiga hal: keluarga, negara, hingga tetangga. Nantinya tiga hal tersebut yang menjadi sub-judul dari buku Saat Kita Mulai Dewasa.
Meskipun membahas tiga topik besar, tetapi tiga bahasan tersebut tidak saya pisahkan secara ketat. Masing-masing esai yang tersaji dalam buku ini bisa saja memuat dua atau tiga topik tersebut. Lalu, esai-esai tersebut boleh dibaca dari judul mana saja. Bebas. Membaca dari esai pertama, bagus. Membaca dari tengah, boleh. Membaca profil saya terlebih dahulu juga tidak masalah, barangkali mau kenalan.
Ketika menulis buku ini, saya cuma berharap akan menemukan ‘teman bercerita’ terkait realitas yang dialami oleh orang dewasa pemula. Tidak serta merta relate, tetapi setidaknya saya ingin menyampaikan bahwa kehidupan dewasa itu sangat kompleks.
Mengutip dari blurb buku tersebut, kalau pas kecil kita melihat seorang anak yang lahir sebagai anugerah nan lucu, tetapi bisa saja, kita sekarang melihat anak kecil sebagai tanggung jawab besar beserta tagihan-tagihan yang menyertainya. Pun, ketika melihat pegawai yang berdandan rapi, kita orang dewasa mungkin saja iri dan sedikit melamun, bisa nggak ya nanti dapat pekerjaan tetap seperti mereka? Sungguh berbeda dengan kita versi kecil yang hanya melihat kagum.
Bagi saya pribadi, buku ini semacam kumpulan refleksi setelah menjalani perjalanan panjang di perantauan dan dihadapkan dengan fenomena-fenomena unik yang terjadi di kampung halaman. Barangkali, memang bukan lingkungan saya di rumah yang berubah, tetapi saya saja yang bertambah dewasa. Hal-hal yang dulu biasa saja, sekarang saya lihat dengan cara berbeda.
Kalau kamu pengin ikutan berpikir dan refleksi dalam melihat hal-hal sekitar, buku Saat Kita Mulai Dewasa barangkali akan menjadi teman yang cocok. Dalam buku ini, kamu akan menemukan tulisan-tulisan dengan tema keluarga, negara (politik/pemerintahan), dan tetangga (sosial).
Posting Komentar