Lelaki, Orang Kaya Baru, dan Inner Child

Table of Contents

Beberapa bulan ke belakang setelah menjadi CPNS, saya merasa hidup menjadi lebih baik. Pekerjaan lebih stabil, utang terlunasi, dan mulai bisa membeli hal-hal yang sifatnya tersier. Hal ini belum bisa saya lakukan ketika masih kuliah.

Di tengah kondisi tersebut, pikiran saya mulai lebih tenang dan malah memicu inner child, alias hal-hal yang saya inginkan ketika kecil, tetapi belum keturutan. Mulai dari pengin beli konsol game seperti PSP atau Switch maupun upgrade device karena merasa Infinix Hot 50 Pro saya kurang mumpuni.

Padahal, uang juga belum terlalu banyak. Tabungan juga masih segitu-gitu aja.

Keinginan Beragam, Budget Pas-pasan

Selama beberapa hari, saya dihantui perasaan craving (semacam mengidam) dan tidur kurang nyenyak beberapa hari karena terus-terusan memantau marketplace. Berbagai opsi saya telusuri, mulai dari smartphone kelas mid-range dari berbagai merk hingga opsi upgrade lainnya untuk memenuhi kebutuhan entertainment saya sepulang kerja.

Misalnya, saya pengin punya smartphone dengan spesifikasi lebih karena ingin punya device pribadi yang bisa digunakan untuk foto-foto dan komunikasi personal ke orang terdekat. Rasanya, jika satu device, maka kehidupan rasanya campur aduk antara pekerjaan dan profesional.

Akan tetapi, mengingat saya pernah kesusahan merawat dua device, akhirnya saya urungkan niat tersebut. Takut malah seperti orang sok sibuk dan kesusahan ketika mobilisasi karena perlu membawa dua smartphone sekaligus.

Kepikiran beli konsol game macam PSP jadul, Switch oled, maupun yang bisa multi platform seperti Anbernic, tetapi saya takut cepat bosan dan berakhir mangkrak dalam beberapa minggu.

Susah, memang. Bukan karena terlalu banyak pilihan device di zaman sekarang, tetapi karena budget memang pas-pasan. Kalau budget-nya banyak mah, beli ini dan itu nggak perlu mikir jangka panjang. Masalahnya, dengan budget yang masih terbatas, rasanya takut untuk segera mengambil keputusan.

Memutuskan untuk Membeli Tablet Entry-Level

Sekitar seminggu lalu, saya sampai sakit karena (mungkin) kurang menikmati hidup. Kerja setiap hari, tetapi rasanya kosong. Apakah karena kurang terhubung dengan orang-orang di kantor? Pekerjaan yang terlalu banyak? Atau, ngidam gawai baru, tetapi malah pusing dan sulit tidur?

Di penghujung hari saat saya cuti sakit, akhirnya mengambil keputusan agar tidak tambah pusing dan segera punya alternatif untuk refreshing. Ya, akhirnya setelah menimbang-nimbang dan sebenarnya ini pilihan yang agak belok di menit-menit terakhir, saya memutuskan untuk membeli Redmi Pad 2.

Alasan saya saat itu karena dengan membeli tablet seharga kurang dari 2 juta rupiah, bisa sekaligus mendapatkan opsi refreshing: main game ringan, nonton film, dan bisa dijadikan alternatif laptop untuk menulis.

Memaksimalkan Redmi Pad 2 untuk Menulis Postingan Ini



Ya, rasa-rasanya sekarang menghadap laptop sangat lekat dengan pekerjaan kantor. Padahal, di tempat kerja sebelumnya, saya tidak merasakan hal tersebut. Atau, mungkin sebenarnya sudah merasa, tetapi karena kerjaan kadang dibawa pulang, mau tidak mau harus sering menghadap laptop.

Refleksi Setelah Shopping

Meski kata orang tablet ini memang kentang karena hanya punya RAM 4 GB, saya tetap dapat memaksimalkannya. Tidak hanya untuk main game dan nonton film, tetapi untuk mengetik tulisan ini. Ya, meskipun untuk poin terakhir, baru terwujud setelah seminggu lebih.

Setelah aktivitas belanja ini, saya jadi sadar bahwa agak susah jadi orang yang ekonominya sedikit berubah. Pengin ini itu ketika ada duit sedikit nganggur. Padahal, duitnya juga nggak seberapa.

Saya rasa, ini wajar. Dalam beberapa tahun terakhir, saya sudah terbiasa hidup bulan demi bulan. Ralat, minggu demi minggu. Sedikit ralat, kadang hidup dari hari ke hari. Alias, jarang sekali ada duit nganggur karena seringnya malah duit habis dan kepepet cari pinjaman ke teman.

Ya, beginilah. Orang 'kaya' baru. Duit nganggur dikit, dipakai buat menuhin inner child: membeli barang-barang yang sebelumnya belum keturutan ketika masih bocil.

Posting Komentar