Bagiku, Love Language Itu Seperti Cara Belajar VAK (Visual, Auditori, dan Kinestetik), Ia Perlu Adaptif
Aku pertama kali mengenal istilah cara belajar (setelah ini kita sebut model belajar) VAK melalui buku Quantum Learning. Buku bagus tersebut tidak sengaja aku dapatkan dari perpustakaan sekolah. Iseng-iseng baca, ternyata isinya sangat menarik.
Aku lupa persis isinya seperti apa, yang jelas buku tersebut mengenalkanku dengan model belajar VAK yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Secara sederhana, dengan mengetahui kecenderungan model belajar siswa, kita akan dapat menyesuaikan cara pengajaran sesuai dengan metode belajar mereka paling pas.
Menurut buku tersebut, perspektif siswa dalam belajar menjadi sangat penting agar guru (dan siswa itu sendiri terntunya) dapat mengoptimalkan sesi pembelajaran. Hal ini dikarenakan pada umumnya siswa akan memiliki kecenderungan dalam salah satu model pembelajaran.
Bagi si auditori, belajar dengan cara mendengarkan penjelasan dari guru dan mendengarkan perspektif dari siswa lain akan menjadi sangat efektif. Sedangkan bagi si visual, mengamati video pembelajaran atau melihat guru menjelaskan memakai alat peraga akan menjadi sesuatu yang mudah dipahami. Begitu pun dengan si kinestetik, praktik atau belajar langsung di lapangan selain merupakan kegiatan yang menyenangkan, juga cara belajar paling efektif bagi mereka.
Pengetahuan semacam itu, ketika dibaca olehku saat masih SMA merupakan hal yang sangat luar biasa. Aku jadi merefleksikan diri mungkin saja tidak paham suatu hal karena guru di sekolahku mengajar dengan pendekatan yang kurang tepat!
Akan tetapi, pada akhirnya aku tidak benar-benar percaya dengan pengkotak-kotakan model pembelajaran VAK tersebut. Ketika belajar di salah satu bimbingan online, aku jadi tahu bahwa pada akhirnya kita perlu adaptif dalam belajar. Kalau hanya bergantung pada satu model pembelajaran saja dan kebetulan tidak ada sumber daya yang cukup untuk belajar menggunakan model tersebut, kita akan kelimpungan sendiri. Maka dari itu, kita perlu adaptif. Tidak selamanya sumber daya dan lingkungan kita ideal dengan preferensi belajar yang dimiliki.
Lalu, aku jadi merefleksikan hal lain. Ternyata, adaptif tidak hanya diperlukan dalam mempraktikkan model belajar yang pas, tetapi juga dalam hal percintaan, tepatnya tentang love language.
Dalam hubungan dua orang yang sedang dimabuk asmara misalnya, kadangkala preferensi love language atau bahasa cinta antar keduanya tidak sama. Atau dalam obrolan sehari-hari, sering dibilang kalau urutan love language-nya berbeda. Si cewek quality time di nomor satu, sedangkan si cowok di nomor tiga dengan argumen bahwa yang terpenting ialah tetap menjaga komunikasi, sekalipun sekadar melalui chat.
Dari sini, sangat bisa memunculkan konflik jika keduanya tidak bisa mengkompromikan. Si cowok beralasan belum bisa bertemu karena banyak kerjaan, tetapi si cewek merajuk ke si cowok karena dikira tidak sayang. Padahal, si cowok mengungkapkannya dengan bahasa lain, misalnya melalui words of affirmation dan giving gifts. Di sisi lain, si cewek ternyata nggak mempan dengan words of affirmation.
Jika hal ini tidak dikomunikasikan dengan baik (bertemu langsung atau melalui virtual dengan kepala dingin), maka akan memunculkan kesalahpahaman yang berujung konflik. Disebabkan bahasa cinta yang berbeda, keduanya menganggap pasangan sendiri tidak sayang. Padahal, nyatanya tidak seperti itu. Keduanya salingsayang, tetapi tidak merasa cukup disayangi karena bahasa cintanya tidak terpenuhi.
Seperti model belajar VAK, love language perlu adaptif dan dipahami dengan baik. Jika benar-benar cinta, keduanya akan mencoba berkompromi dan melakukan yang terbaik untuk memenuhi bahasa cinta pasangannya. Si cowok yang berusaha meluangkan waktu untuk bertemu meskipun sesaat dan si cewek yang lebih words of affirmation, misalnya.
Yaaa, membahas hubungan dua manusia memang sedikit merepotkan. Peace.
Seperti model belajar VAK, love language perlu adaptif dan dipahami dengan baik. Jika benar-benar cinta, keduanya akan mencoba berkompromi dan melakukan yang terbaik untuk memenuhi bahasa cinta pasangannya. Si cowok yang berusaha meluangkan waktu untuk bertemu meskipun sesaat dan si cewek yang lebih words of affirmation, misalnya.
Yaaa, membahas hubungan dua manusia memang sedikit merepotkan. Peace.
Bagiku, Love Language Itu Seperti Cara Belajar VAK (Visual, Auditori, dan Kinestetik), Ia Perlu Adaptif
Reviewed by David Aji Pangestu
on
1/12/2024 01:16:00 PM
Rating:
Tidak ada komentar: